Kehidupannya
Dia dilahirkan pada tahun 673 H di Mayyafariqin Diyar Bakr. Ia
dikenal dengan kekuatan hafalan, kecerdasan, kewara’an, kezuhudan, kelurusan
aqidah dan kefasihan lisannya. Dia wafat pada malam Senin, 3 Dzulqa’dah 748 H,
di Damaskus, Suriah dan dimakamkan di pekuburan Bab
ash-Shaghir.
Guru-gurunya
Dia menuntut ilmu sejak usia dini dan ketika berusia 18 tahun
menekankan perhatian pada dua bidang ilmu: Ilmu-ilmu al-Qur’an dan Hadits
Nabawi. Dia menempuh perjalanan yang jauh dalam mencari ilmu ke Syam, Mesir,
dan Hijaz (Mekkah dan Madinah). Dia mengambil ilmu dari para ulama di
negeri-negeri tersebut. Di antarapara ulama yang menjadi guru-guru dia adalah:
·
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Yang dia letakkan namannya paling awal di deretan guru-guru yang
memberikan ijazah pada dia dalam kitabnya, Mu’jam asy-Syuyukh. Dia begitu
mengagumi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dengan mengatakan, “Dia lebih agung jika
aku yang menyifatinya. Seandainya aku bersumpah di antara rukun dan maqam maka
sungguh aku akan bersumpah bahwa mataku belum pernah melihat yang semisalnya.
Tidak…-Demi Allah- bahkan dia sendiri belum pernah melihat yang semisalnya
dalam hal keilmuan.” (Raddul Wafir, hal. 35)
·
Al-Hafizh Jamaluddin Yusuf
bin Abdurman al-Mizzi
Yang dikatakan oleh dia, “Dia adalah sandaran kami jika kami
menemui masalah-masalah yang musykil.” (ad-Durar al-Kaminah,V:235)
·
Al-Hafizh Alamuddin Abdul
Qasim bin Muhammad al-Birzali
Yang menyemangati dia dalam belajar ilmu hadits, dia mengatakan
tentangnya: “Dialah yang menjadikanku mencintai ilmu hadits.” (ad-Durar
al-Kaminah, III:323)
Ketiga ulama di atas adalah yang banyak memberikan pengaruh
terhadap kepribadian dia. Adapun guru-guru dia yang lainnya adalah Umar bin
Qawwas, Ahmad bin Hibatullah bin Asakir, Yusuf bin Ahmad al-Ghasuli, Abdul
Khaliq bin Ulwan, Zainab bintu Umar bin Kindi, al-Abuqi, Isa bin Abdul Mun’im
bin Syihab, Ibnu Daqiqil ‘Id, Abu Muhammad ad-Dimyathi, Abul abbas azh-Zhahiri,
ali bin Ahmad al-Gharrafi, Yahya bin ahmad ash-Shawwaf, at-Tauzari, masih
banyak lagi yang lainnya.
Al-Imam adz-Dzahabi memiliki Mu’jam asy-Syuyukh (Daftar
Guru-Guru) dia yang jumlahnya mencapai 3000-an orang (adz-Dzahabi wa Manhajuhu
fi Kitabihi, Tarikhil Islam)
Murid-muridnya
Di antara murid dia adalah: Tajuddin as-Subki, Muhammad bin Ali
al-Husaini, al-Hafizh Ibnu katsir,
al-Hafizh Ibnu Rajab, dan
masih banyak lagi selain mereka.
Perkataan para Ulama tentang dia
Al-Imam Ibnu Nashruddin ad-Dimasyqi berkata, “Dia adalah Ayat
(tanda kebesaran Allah-red) dalam ilmu rijal, sandaran dalam jarh wa ta’dil
(ilmu kritik hadits-red) lantaran mengetahui cabang dan pokoknya, imam dalam
qiraat, faqih dalam pemikiran, sangat paham dengan madzhab-madzhab para imam
dan para pemilik pemikiran, penyebar sunnah dan madzhab salaf di kalangan
generasi yang datang belakangan.” (Raddul Wafir, hal. 13) Ibnu Katsir berkata,
“Dia adalah Syaikh al-Hafizh al-kabir, Pakar Tarikh Islam, Syaikhul muhadditsin
……dia adalah penutup syuyukh hadits dan huffazhnya.” (al-Bidayah wa an-Nihayah,
XIV:225)
Tajuddin as-Subki berkata, “Dia adalah syaikh Jarh wa Ta’dil,
pakar Rijal, seakan-akan umat ini dikumpulkan di satu tempat kemudian dia
melihat dan mengungkapkan seja mereka.” (Thabaqah Syafi’iyyah Kubra, IX:101)
an-Nabilisi berkata, “Dia pakar zamannya dalam hal perawi dan
keadaaan-keadaan mereka, tajam pemahamannya, cerdas, dan ketenarannya sudah
mencukupi daripada menyebutkan sifat-sifat nya.” (ad-Durar al-Kaminah, III:427)
Ash-Shafadi berkata, “Dia seorang hafizh yang tidak tertandingi,
penceramah yang tidak tersaingi, mumpuni dalam hadits dan rijalnya, memiliki
pengetahuan yang sempurna tentang ‘illah dan keadaan-keadaannya, memiliki
pengetahuan yang sempurna tentang biografi manusia. Menghilangkan
ketidakjelasan dan kekaburan dalam seja manusia. Dia memiliki akal yang cerdas,
benarlah nisbahnya kepada dzahab (emas). Dia mengumpulkan banyak bidang ilmu,
memberi manfaat yang banyak kepada manusia, banyak memiliki karya ilmiah, lebih
mengutamakan hal yang ringkas dalam tulisannya dan tidak berpanjang lebar. Aku
telah bertemu dan berguru kepadanya, dan membaca banyak dari tulisan-tulisannya
di bawah bimbingannya. Aku tidak menjumpai padanya kejumudan, bahkan dia adalah
faqih dalam pandangannya, memiliki banyak pengetahuan tentang perkataan-perkataan
ulama, madzhab-madzahab para imam salaf dan para pemilik pemikiran.” (al-Wafi
bil Wafayat, II:163)
Di antaraperkataan-perkataan beliau
Al-Imam adz-Dzahabi berkata, “Tidak sedikit orang yang
memusatkan perhatiannya pada ilmu kalam melainkan ijtihadnya akan membawanya
kepada perkataan yang menyelisihi Sunnah. Karena itulah ulama salaf mencela
setiap yang belajar ilmu-ilmu para umat sebelum Islam. Ilmu kalam turunan dari
ilmu para filosof atheis. Barangsiapa yang sengaja ingin menggabungkan ilmu
para nabi dengan ilmu para ahli filsafat dengan mengandalkan kecerdasannya maka
pasti dia akan menyelisihi para nabi dan para ahli filsafat. Dan barangsiapa yang
berjalan di belakang apa yang dibawa oleh para rasul …..maka sungguh dia telah
menempuh jalan salaf dan menyelamatkan agma dan keyakinannya.” (Mizanul
I’tidal, III:144)
Dia menukil perkataan ma’mar, “Dahulu dikatakan bahwa seseorang
menuntut ilmu untuk selain Allah maka ilmu itu enggan hingga semata-mata untuk
Allah.” Kemudian dia mengomentari perkataan ma’mar tersebut dengan mengatakan,
“Ya, dia awalnya menuntut ilmu atas dorongan kecintaan kepada ilmu, agar
menghilangkan kejahilannya, agar mendapat pekerjaan, dan yang semacamnya. Dia
belum tahu tentang wajibnya ikhlas dalam menuntutnya dan kebenaran niat di
dalamnya. Maka jika sudah mengetahuinya, dia hisab dirinya dan takut terhadap
akibat buruk dari niatnya yang keliru, maka datanglah kepada niat yang shahih
semuanya atau sebagiannya. Kadang dia bertaubat dari niatnya yang keliru dan
menyesal. Tanda atas hal itu ialah bahwasanya dia mengurangi dari klaim-klaim,
perdebatan, dan perasaan memiliki ilmu yang banyak, dan dia hinakan dirinya.
Adapun jika dia merasa banyak ilmunya atau mengatakan “saya lebih berilmu
daripada Fulan; maka sungguh celakalah dia.” (Siyar A’lamin Nubala’, VII:17)
Dia berkata, “Yang dibutuhkan oleh seorang hafizh adalah
hendaknya bertakwa, cerdas, mahir Nahwu, mahir ilmu bahasa, memiliki rasa malu
dan bermanhaj salaf.” (Siyar, XIII:380)
Dia berkata, “Ahli hadits sekarang hendaknya memperhatikan
kutubs sittah, musnad Ahamd dan Sunan Baihaqi. Dan hendaknya teliti terhadap
matan-matan dan sanad-sanadnya, kemudian tidak mengambil manfa’at dari hal itu
hingga dia bertakwa kepada Rabbnya dan menjadikan hadits sebagai dasar agama.
Kemudian ilmu bukanlah dengan banyak riwayat, tetapi dia adalah cahaya yang
Allah pancarkan ke dalam hati dan syaratnya adalah ittiba’ (mengikuti nabi
Shallallahu alaihi wassalam-red) dan menjauhkan diri dari hawa nafsu dan
kebid’ahan.” (Siyar, XIII:323)
Dia berkata, “Kebanyakan ulama pada zaman ini terpaku dengan
taqlid dalam hal furu’, tidak mau mengembangkan ijtihad, tenggelam dalam
logika-logika umat terdahulu dan pemikiran ahli filsafat. Dengan demikian,
bencana pun meluas, hawa nafsu menjadi hukum dan tanda-tanda tercabutnya ilmu
semakin tampak. Semoga Allah memati seseorang yang mau memperhatikan kondisi
dirinya, menjaga ucapannya, selalu membaca al-Qur’an, menangis atas kejadian
zaman, memperhatikan kitab ash-Shahihain dan beribadah kepada Allah sebelum
ajal datang secara tiba-tiba.” (Tadzki al-Huffazh, II:530)
Karya-Karyanya
Kitab biografi "Kehidupan Tokoh-tokoh Terhormat"
Dia memiliki sekitar 100 karya tulis, di antara karya-karya
tulis itu adalah:
1.
al-‘Uluww lil ‘Aliyyil
Ghaffar
2.
Taariikhul Islam
4.
Mukhtashar Tahdziibil
Kamaal
5.
Miizaanul I’tidaal Fii
Naqdir Rijaal
6.
Thabaqatul Huffazh
7.
Al-Kaasyif Fii Man Lahu Riwaayah
Fil Kutubis Sittah
8.
Mukhtashar Sunan
al-Baihaqi
9.
Halaqatul Badr Fii ‘Adadi
Ahli Badr
10.
Thabaqatul Qurra’
11.
Naba’u Dajjal
12. Tahdzibut Tahdzib
13.
Tanqiih Ahaadiitsit
Ta’liiq
14.
Muqtana Fii al-Kuno
15.
Al-Mughni Fii
adh-Dhu’afaa’
16.
Al-‘Ibar Fii Khabari Man
Ghabar
17. Talkhish al-Mustadrak
18.
Ikhtishar Taarikhil Kathib
19.
Al-Kabaair
20.
Tahriimul Adbar
21.
Tauqif Ahli Taufiq Fi
Manaaqibi ash-Shiddiq
22.
Ni’mas Smar Fi Manaaqib
‘Umar
23.
At-Tibyaan Fi Manaaqib
‘Utsman
24.
Fathul Mathalib Fii
Akhbaar Ali bin Abi Thalib
25.
Ma Ba’dal Maut
26.
Ikhtishar Kitaabil Qadar
Lil Baihaqi
27.
Nafdhul Ja’bah Fi Akhbaari
Syu’bah
28.
Ikhtishar Kitab al-Jihad,
‘Asakir
29.
Mukhtashar athraafil Mizzi
30.
At-Tajriid Fii Asmaa’ ish
Shahaabah
31.
Mukhtashar Tariikh
Naisabuur, al-Hakim
32.
Mukthashar al-Muhalla dan
Tartiil Maudhuu’at, Ibn al-Jauzi
Referensi
Thabaqah asy-Syafi’iyyah al-Kubra, Tajuddin as-Subki
(IX:100-116), Raddul Wafiir, Ibn Nashiruddin ad-Dimasqi, hal.31-32, Abjadul
‘Ulum, Shiddiq Hasan Khan (III:99-100), Dzail Tadzkiratil Huffazh (I:34-37)
0 Komentar
Terima kasih Atas Tanggapan Penuh Makna Dari Anda.
Bantulah kami untuk mengembangkan layanan kami agar lebih menuju sempurna saran dan ide kreatif dari anda para pengejar ilmu. Dan marilah kita bagikan layanan ilmu kepada siapa saja yang membutuhkan bijih ilmu . Satu kebaikan dari anda, bagaikan matahari penerang bagi mereka yang kesulitan mendapatkannya.