Perbedaan Jual Beli Salam dan Istishna
Kerap orang tidak bisa membedakan apakah transaksi yang dia
lakukan adalah jual beli salam atau istishna. Padahal ada beberapa
perbedaan mendasar dari keduanya. Sebelum membahas perbedaan dari keduanya,
perlu diketahui dulu defenisi masing-masing akad ini.
Akad salam menurut definisi para fuqaha adalah jual beli
barang tidak tunai dengan pembayaran tunai. Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan
maksud dari salam adalah jual beli suatu barang secara tangguh, hanya
sifat-sifatnya saja yang disebutkan ketika akad. Penyerahan barangnya
diwaktu yang akan datang, namun pembayarannya wajib dilakukan dipendahuluan
akad secara keseluruhan dan tunai.[1]
Adapun Istishna menurut jumhur dari segi definisi sama
dengan salam, hanya saja Hanafiyah lebih spesisifik dan membedakannya dari salam.
Menurut Hanafiyah akad istishna merupakan suatu akad terhadap seorang pembuat
atau pengrajin untuk mengerjakan atau membuat suatu barang tertentu yang
ditangguhkan. [2]
Ketua komisi fatwa DSN Hasanuddin menyebutkan, “Dalam akad
salam, barangnya mitsli (mesti sudah ada sebelumnya atau ada
contoh sebelumnya. Sedangkan dalam akad istishna’ barang bersifat qiimi (barang
masih berbentuk gambaran, belum ada wujudnya) sehingga perlu dibuat terlebih
dahulu sebelum diserahkan ke pemesan atau pembeli.” Sebagai contoh, barang yang
sering disebutkan untuk akad istisha ini adalah pembuatan baju. Seseorang
datang kepada desainer atau perancang busana atau tukang jahit minta dibuatkan
baju. Maka akad yang cocok untuk transaksi ini adalah akad istishna.
Kemudian setelah diketahui definisi dari keduanya, apa
perbedaan sebenarnya dari kedua akad di atas? Wahbah Az-Zuhaili dalam
bukunya Al-Muamalat Al-Maliyah Al-Mu’ashirah menyebutkan ada
sisi persamaan dan perbedaan dari kedua akad di atas sebagai berikut: [3]
- Persamaan
- Penerimaan
Barang
Dimana dalam kedua akad ini, barang yang menjadi objek akad
tidak ada di majlis akad.
- Hukum
Kedua akad status hukumnya sama-sama halal, diperbolehkan,
tidak terlarang. Karena sama-sama menjadi hajat atau keperluan orang banyak.
Dan orang-orang terbiasa bermuamalah seperti yang demikian.
- Perbedaan
- Barang
Kalau dalam akad salam, barang tidak perlu dibuat atau
mengalami proses pengolahan sebelum diserahkan.
Sedangkan akad istishna adalah akad untuk suatu barang
pesanan, dimana barang perlu proses pembuatan pengolahan sebelum diserahkan.
- Akad
salam merupakan akad lazim atau mengikat. Artinya akad ini tidak boleh
serta merta dibatalkan oleh salah satu pihak. Sedangkan akad istishna
tidak lazim menurut riwayat yang paling kuat. Kecuali kalau barang sudah
dibuat barulah dia mengikat menurut Abu Yusuf. Tapi kalau selepas akad
tiba-tiba salah satu pihak berubah pikiran dan membatalkan akad, maka akad
menjadi batal.
- Dan
perbedaan mendasar dari kedua akad ini juga ialah dari segi penyerahan
uangnya. Dimana disyaratkan dalam akad salam, uang wajib diserahkan
terimakan secara tunai semuanya di majlis akad. Sedangkan dalam akad
istishna’ tidak disyaratkan harus demikian. Boleh diserahkan secara tunai
semuanya di awal, atau dicicil atau dihutang dan dilunasi diakhir akad.
Syafi’i Antonio memberikan gambaran perbedaan kedua akad ini
sebagai berikut:
Perbandingan Antara Bai’ as-Salam dan bai’ al-Istishna[4]
SUBJEK |
SALAM |
ISTISHNA |
ATURAN
DAN KETERANGAN |
Barang |
Muslam
Fiihi |
Mashnu’ |
Barang
ditangguhkan dengan spesifikasi. |
Harga |
Di
bayar saat Kontrak |
Bisa
saat kontrak, bisa di angsur, bisa dikemudian hari |
Cara
penyelesaian pembayaran merupakan perbedaan utama antara salam dan istishna’. |
Sifat
Kontrak |
Mengikat
secara asli (thabi’i) |
Mengikat
secara ikutan (taba’i) |
Salam
mengikat semua pihak sejak semula, sedangkan istishna’ menjadi pengikat untuk
melindungi produsen sehingga tidak di tinggalkan begitu saja oleh konsumen
secara tidak bertanggung jawab. |
والله تعالى أعلم
[1] Wahbah Az-Zuhaili, Al-Muamalat
Al-Maliyah Al-Mu’ashirah, jilid.1, hal.295
[2] Wahbah Az-Zuhaili, Al-Muamalat
Al-Maliyah Al-Mu’ashirah, jilid.1, hal.295
[3] Wahbah Az-Zuhaili, Al-Muamalat
Al-Maliyah Al-Mu’ashirah, jilid.1, hal.296
[4] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank
Syari’ah, Jakarta, Gema Insani, 201, hal. 116
0 Komentar
Terima kasih Atas Tanggapan Penuh Makna Dari Anda.
Bantulah kami untuk mengembangkan layanan kami agar lebih menuju sempurna saran dan ide kreatif dari anda para pengejar ilmu. Dan marilah kita bagikan layanan ilmu kepada siapa saja yang membutuhkan bijih ilmu . Satu kebaikan dari anda, bagaikan matahari penerang bagi mereka yang kesulitan mendapatkannya.