Salam sahabat Edumipedia, dalam mencari ilmu jangan ada kata
menyerah ya sobat. Karena menyerah adalah hal bodoh, lebih lagi dalam mencari
ilmi agama. Sebab ilmu agamalah yang mampu menuntun kita menuju kemerdekaan
sejati, yaitu Surga.
Nah sahabat Edumipedia, kita yahu bahwa dalam islam ada
banyak sekali cabang ilmu yang harus dipelajari bukan. Mulai dari ilmu Tauhid,
Fiqh, Tasawuf, Nahwu, Saraf, dan masih banyak lagi. Kali ini Edumipedia akan
menjelaskan tentang Jenis-jenis Najis, simak penjelasan kami berikut:
Allah ﷻ berfirman :
إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِينَ
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri." (Terj. Al Baqarah:
222)
Dengan tobat, batin seseorang menjadi bersih dan dengan
bersuci, bagian luar manusia menjadi bersih. Bersuci di sini, mencakup bersuci
dari khabats (kotoran) dan bersuci dari hadats. Bersuci dari kotoran yaitu
dengan menghilangkan najis yang menimpa pakaian, badan, maupun tempat shalat,
sedangkan bersuci dari hadats, yaitu dengan wudhu', mandi, dan tayammum.
Dalam risalah ini insya Allah akan dibahas tentang najis dan
cara membersihkannya, semoga Allah ﷻ menjadikan penulisan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat.
Macam-macam najis
1. Bangkai
Bangkai adalah binatang yang mati tanpa melalui proses
penyembelihan. Dalil tentang najisnya bangkai adalah sabda Rasulullah ﷺ :
اِذَا دُبِغَ اْلِإهَابُ فَقَدْ طَهُرَ
"Apabila kulit (bangkai) disamak, maka ia menjadi
suci." (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Dalam hadits lain Rasulullah ﷺ bersabda:
أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ أَتَى عَلَى
بَيْتٍ فَإِذَا قِرْبَةٌ مُعَلَّقَةٌ فَسَأَلَ الْمَاءَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ
اللَّهِ إِنَّهَا مَيْتَةٌ فَقَالَ دِبَاغُهَا طُهُورُهَا
Ketika perang Tabuk, Rasulullah ﷺ mendatangi sebuah
rumah, lalu beliau menemukan sebuah wadah dari kulit yang digantung. Beliau
kemudian minta diambilkan air dengan wadah tersebut, maka para sahabat pun
berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya wadah itu dari kulit bangkai."
beliau bersabda: "Penyamakannya telah menjadikan ia suci."
Termasuk ke dalam bangkai adalah anggota badan binatang
hidup yang dipotong sebagaimana disebutkan dalam hadits yang lain.
Namun tidak termasuk ke dalam najis apa yang disebutkan di
bawah ini:
a.
Bangkai ikan dan belalang, keduanya adalah suci.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ : أَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوْتُ وَالْجَرَادُ ، وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
"Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah.
Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang, sedangkan dua darah
adalah hati dan limpa." ((HR. Ahmad dan Baihaqi, Shahihul Jami' 210))
b.
Bangkai binatang yang tidak mengalir darahnya,
seperti lalat, semut dan lebah. Oleh karena itu, jika binatang-binatang ini
jatuh ke dalam sesuatu dan mati di sana, maka tidaklah membuatnya najis.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا وَقَعَ اَلذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ, ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ, فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ دَاءً, وَفِي اَلْآخَرِ شِفَاءً
"Apabila lalat jatuh ke dalam minuman salah seorang
di antara kamu maka tenggelamkanlah, kemudian tariklah karena pada salah satu
sayapnya ada penyakit, sedangkan pada sayap yang lain ada obatnya.” (HR.
Bukhari)
c.
Tulang bangkai, tanduknya, kukunya, rambutnya,
giginya, bulunya, dsb.
Hal itu, karena hukum asalnya
adalah suci.
2. Darah haidh[1]
Dalil tentang najisnya darah haidh adalah hadits Asma' binti
Abi Bakar radhiyallahu 'anha, ia berkata, “Ada seorang wanita yang datang
kepada Nabi ﷺ
dan berkata, "Pakaian salah seorang di antara kami terkena darah haidh,
apa yang harus dilakukannya?" Beliau ﷺ menjawab:
تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرِصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّيْ فِيْهِ
"Ia mengeriknya lalu
menggosoknya dengan air, kemudian menyiramnya dan (boleh) mengenakan shalat
dengannya." ((Muttafaq 'alaih, lafaz ini adalah lafaz Muslim))
3. Daging babi
Allah ﷻ
berfirman:
قُل لاَّ أَجِدُ فِي مَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّماً عَلَى طَاعِمٍ
يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَماً مَّسْفُوحاً أَوْ لَحْمَ
خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقاً أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ فَمَنِ
اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Katakanlah, "Tidaklah aku peroleh dalam wahyu
yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau
daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor." (Terj. QS. Al An'aam:
145)
Najisnya babi sama seperti najisnya yang lain, sehingga
menyucikannya cukup mencucinya sekali.
4. Kencing dan kotoran manusia
Najisnya kencing dan kotoran manusia adalah perkara yang
sudah maklum. Hanya saja diberikan keringanan pada kencing bayi laki-laki
yang belum memakan makanan. Oleh karena itu, cara membersihkannya cukup dengan
dipercikkan. Rasulullah ﷺ
bersabda:
بَوْلُ اْلغُلاَمِ يُنْضَحُ عَلَيْهِ ، وَبَوْلُ اْلجَارِيَةِ يُغْسَلُ
“Kencing bayi laki-laki dipercikkan, sedangkan kencing
bayi perempuan dicuci.”
Qatadah berkata, “Hal ini jika keduanya masih belum memakan
makanan. Jika sudah, maka kencing keduanya harus dicuci.” ((HR. Ahmad –ini
adalah lafaznya-, juga diriwayatkan oleh pemilik kitab Sunan selain Nasa’i, Al
Haafizh dalam Al Fat-h berkata: “Isnadnya shahih”))
5. Madzy dan Wady
Madzy adalah air yang keluar dari kemaluan berwarna putih
dan lengket, biasanya keluar ketika syahwat tinggi, namun tidak disudahi dengan
lemas setelah keluarnya, berbeda dengan mani. Sedangkan wady adalah air yang
keluar dari kemaluan berwarna putih dan tebal, biasanya keluar setelah kencing.
Madzy dan wady adalah najis.
Dalil tentang najisnya madzy adalah hadits
Ali radhiyallahu 'anhu ia berkata:
كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً وَكُنْتُ أَسْتَحْيِى أَنْ أَسْأَلَ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ فَقَالَ « يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ »
.
"Aku adalah seorang laki-laki yang banyak keluar
madzy, aku malu bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam karena
puterinya, maka aku menyuruh Miqdad bin Aswad untuk bertanya kepada Beliau,
sabdanya, "Hendaknya ia cuci kemaluannya dan berwudhu'." ((Muttafaq
'alaih, lafaz ini adalah lafaz Muslim))
Jika madzi mengenai badan, maka wajib dicuci dan jika
mengenai pakaian maka cukup dengan dipercikkan (rasysy) dengan air. Dalil
cukupnya memercikkan pakaian yang terkena madzy adalah hadits Sahl bin
Hunaif, ia berkata: “Wahai Rasulullah ﷺ, bagaimana jika madzi mengenai kainku?”
Beliau menjawab, “Cukup bagimu dengan mengambil segenggam air, lalu kamu
percikkan ke kainmu sampai kamu melihat air tersebut telah mengenainya.” ((Hasan,
HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi))
Sedangkan dalil tentang najisnya wady adalah
kata-kata Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma tentang wady dan madzy:
اِغْسِلْ ذَكَرَكَ أَوْ مَذَاكِيْرَكَ وَتَوَضَّأْ وُضُوْءَكَ فِي الصَّلاَةِ
"Basuhlah dzakarmu atau kemaluanmu dan berwudhu'lah
seperti wudhu'mu untuk shalat." (Diriwayatkan oleh Baihaqi)
Tentang mani
Adapun mani, di antara ulama ada yang berpendapat bahwa ia
adalah najis, namun yang rajih bahwa mani itu suci, akan tetapi dianjurkan
mencucinya jika basah dan mengeriknya jika kering. Aisyah radhiyallahu 'anha
berkata, "Aku mengerik mani dari pakaian Rasulullah ﷺ ketika sudah kering
dan mencucinya jika masih masah." ((HR. Daruquthni, Abu 'Uwanah dan Al
Bazzar))
6. Kencing dan kotoran binatang yang tidak dimakan dagingnya
Contoh hewan yang tidak dimakan dagingnya adalah kucing dan
tikus. Dalil tentang najisnya kencing dan kotoran hewan yang tidak
dimakan dagingnya adalah hadits Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu ia berkata:
Nabi ﷺ
pernah datang ke tempat buang hajat, lalu menyuruhku untuk membawakan tiga buah
batu. Aku mendapatkan dua buah batu dan mencari yang ketiganya, namun tidak
menemukan, aku pun mengambil kotoran hewan dan membawanya, maka Beliau
mengambil kedua batu itu dan membuang kotoran hewan, Beliau ﷺ bersabda,
"Ini adalah najis." ((HR. Bukhari, dalam sebuah riwayat disebutkan:
"Ia adalah najis, ia adalah kotoran keledai."))
Namun dimaafkan jika hanya sedikit karena agak sulit
menghindarkan diri darinya. Al Walid bin Muslim berkata: Aku bertanya kepada Al
Auza'iy, "Lalu bagaimana dengan kencing binatang yang tidak dimakan
dagingnya seperti bighal, keledai dan kuda?" Ia menjawab: "Dahulu
orang-orang terkena hal itu dalam perang mereka, namun mereka tidak mencuci
badan atau pakaian mereka."
Adapun kencing dan kotoran binatang yang dimakan dagingnya,
maka menurut Imam Malik, Ahmad dan jama'ah para ulama madzhab Syafi'i bahwa hal
itu adalah suci. Ibnu Taimiyah berkata, "Tidak ada salah seorang sahabat
yang mengatakan najisnya."
7. BInatang Jallaalah (pemakan kotoran)
Telah ada larangan menunggangi binatang jallalah, memakan
dagingnya dan meminum susunya. Ini semua menunjukkan najisnya. Ibnu Abbas
berkata:
"Rasulullah ﷺ melarang meminum susu binatang Jallalah." ((HR. Lima orang
selain Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Tirmidzi))
Amr bin Syu'aib meriwayatkan dari bapaknya dari kakeknya
sbb:
"Rasulullah ﷺ melarang memakan daging keledai negeri dan melarang jallalah,
yaitu melarang untuk ditunggangi dan dimakan dagingnya." ((HR. Ahmad,
Nasa'i dan Abu Dawud))
Jallalah adalah binatang yang memakan kotoran, baik
unta, sapi, kambing, ayam, itik dsb. sehingga tercium bau. Jika binatang
tersebut dijauhkan dari kotoran beberapa lama dan diberi makanan yang suci
sehingga dagingnya menjadi enak dan tidak disebut lagi sebagai jallalah
(pemakan kotoran), maka binatang tersebut menjadi halal, karena sebab
dilarangnya sudah hilang.
8. Anjing
Rasulullah ﷺ
bersabda:
طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ اَلْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ, أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ
“Sucinya bejana (wadah) salah seorang di antara kamu apabila
dijilati anjing adalah dengan dibasuh sebanyak tujuh kali, basuhan yang pertama
(dicampur) dengan tanah."[2]
((HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Baihaqi))
Jika anjing menjilat suatu wadah yang di dalamnya terdapat
makanan yang beku (jamid), maka dibuang bagian yang dikenainya serta bagian
sekitarnya, selebihnya bisa dimanfaatkan karena masih suci. Adapun jika di
dalam wadah tersebut berisi air, maka air tersebut harus dibuang.
Diqiaskan dengan mulutnya adalah seluruh badannya (yakni
seluruh badannya juga najis), pendapat yang mengatakan najisnya ‘ain (badan)
anjing adalah pendapat jumhur ulama.
[1] Menurut
penyusun kitab Al Fiqhul Muyassar fii Dhau’il Kitab was Sunnah (Tim Ahli Fiqh
KSA), bahwa termasuk najis adalah darah yang mengalir dari hewan yang dapat
dimakan, dalilnya (أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا)
artinya “atau darah yang mengalir” (QS. Al An’aam: 145), adapun darah yang
masih menempel di daging dan urat, maka itu suci, wallahu a’lam.
[2] Menurut penyusun kitab Al Fiqhul Muyassar fii Dhau’il Kitab was Sunnah (Tim Ahli Fiqh KSA), bahwa hukum ini berlaku baik pada wadah maupun lainnya seperti pakaian dan permadani, namun di antara ulama ada yang berpendapat, bahwa perintah membasuh sebanyak tujuh kali ini hanyalah apabila anjing menjilat wadah yang berisi air. Selain itu, maka cara penyuciannya adalah dengan menghilangkan najis itu tidak harus tujuh kali. Karena cara penyucian yang tidak disebutkan tatacaranya oleh syariat, maka intinya menghilangkan najis itu; baik warna maupun baunya, wallahu a’lam.
0 Komentar
Terima kasih Atas Tanggapan Penuh Makna Dari Anda.
Bantulah kami untuk mengembangkan layanan kami agar lebih menuju sempurna saran dan ide kreatif dari anda para pengejar ilmu. Dan marilah kita bagikan layanan ilmu kepada siapa saja yang membutuhkan bijih ilmu . Satu kebaikan dari anda, bagaikan matahari penerang bagi mereka yang kesulitan mendapatkannya.